01 Mar
Candi Borobudur, salah satu keajaiban dunia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, bukan hanya simbol keagungan budaya Buddha tetapi juga pusat inspirasi seni yang tak pernah padam. Dibangun pada abad ke-8 oleh Dinasti Syailendra, candi ini memiliki sejarah panjang yang memengaruhi perkembangan seni, khususnya seni patung, di kawasan Magelang dan Yogyakarta (Jogja). Artikel ini akan mengulas sejarah Borobudur dan bagaimana keberadaannya memicu maraknya seniman patung di daerah sekitar.
Sejarah Singkat Candi Borobudur
Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 780-840 Masehi pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra, sebuah dinasti yang dikenal sebagai penganut Buddha Mahayana. Struktur megah ini terdiri dari lebih dari 2 juta balok batu vulkanik, dihiasi 2.672 panel relief, dan 504 arca Buddha. Dengan desain punden berundak yang melambangkan tiga tingkatan kosmologi Buddha—Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu—Borobudur menjadi karya seni arsitektur yang luar biasa.
Namun, setelah selesai dibangun, candi ini sempat “hilang” dari peradaban akibat letusan dahsyat Gunung Merapi sekitar tahun 1006, yang menimbunnya dengan abu vulkanik. Barulah pada 1814, Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, menemukan kembali situs ini. Sejak saat itu, Borobudur menjalani serangkaian pemugaran, termasuk proyek besar bersama UNESCO pada 1975-1982, hingga akhirnya ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia pada 1991.
Keajaiban Seni Relief dan Patung Borobudur
Salah satu daya tarik utama Borobudur adalah relief dan arca yang menghiasi setiap sudutnya. Relief-relief ini menggambarkan kisah kehidupan Buddha Gautama, cerita Jataka, dan ajaran Mahayana, sementara ratusan arca Buddha yang duduk dalam stupa berlubang mencerminkan keahlian luar biasa para seniman masa itu. Batu-batu yang dipahat dengan detail halus ini bukan hanya bukti kecanggihan teknik, tetapi juga warisan budaya yang menginspirasi generasi berikutnya.
Dampak Borobudur terhadap Seni Patung di Magelang dan Jogja
Keberadaan Borobudur tak hanya menjadi magnet wisata, tetapi juga memengaruhi kehidupan seni di sekitarnya, terutama di Magelang dan Jogja. Berikut adalah beberapa dampaknya:
-
Warisan Teknik Memahat Batu
Tradisi memahat batu yang digunakan untuk membangun Borobudur ternyata diturunkan secara turun-temurun. Di Dusun Prumpung, Muntilan, Magelang, misalnya, masyarakat setempat masih melestarikan keahlian memahat batu vulkanik dari Gunung Merapi. Ritual seperti “Mustikaning Watu Aji Borobudur” pada 2020 menunjukkan bagaimana komunitas ini menghormati warisan leluhur mereka yang turut membangun candi. Kini, keahlian ini menghasilkan berbagai patung, mulai dari arca Buddha hingga karya modern. -
Inspirasi bagi Seniman Lokal
Relief dan arca Borobudur menjadi sumber inspirasi tak尽 bagi seniman patung. Contoh nyata adalah Cipto Purnomo, seniman muda Borobudur yang pada 2009 menciptakan patung Buddha terkecil dari emas berukuran 8x5x5 mm. Karya ini, yang terinspirasi dari arca candi, menunjukkan bagaimana Borobudur memicu kreativitas seniman untuk bereksperimen dengan teknik dan bahan baru. -
Pusat Kegiatan Seni dan Budaya
Kawasan Borobudur kerap menjadi lokasi pameran seni, seperti yang digelar di Limanjawi Art House pada 2023, di mana seniman dari Jogja dan Magelang memamerkan patung dan lukisan. Acara seperti “Indonesia Bertutur 2022” juga melibatkan ratusan pelaku budaya, termasuk pematung, untuk menghidupkan kembali semangat seni tradisional dengan sentuhan modern. -
Ekonomi Kreatif dan Wisata
Maraknya wisatawan ke Borobudur membuka peluang ekonomi bagi seniman patung. Banyak pengrajin di Magelang dan Jogja memproduksi replika arca atau karya seni bertema Buddha untuk dijual sebagai suvenir. Kampung Seni Borobudur, yang mulai dibangun pada 2023 dengan anggaran Rp253 miliar, juga diharapkan menjadi pusat bagi seniman lokal untuk berkarya dan memasarkan hasilnya.
Mengapa Magelang dan Jogja Jadi Pusat Seniman Patung?
Letak geografis Magelang dan Jogja yang dekat dengan Borobudur, ditambah kekayaan budaya Jawa dan akses ke bahan baku seperti batu andesit, menjadikan kedua daerah ini sebagai inkubator seni patung. Jogja, dengan komunitas seniman dan institusi seperti Institut Seni Indonesia (ISI), melengkapi ekosistem ini dengan pendidikan dan kolaborasi lintas generasi. Sementara itu, Magelang, sebagai “rumah” Borobudur, terus melahirkan pematung yang mengakar pada tradisi candi.
Sejarah Borobudur tak hanya tentang kejayaan masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana candi ini terus hidup dalam karya seni modern. Dari relief kuno hingga patung emas terkecil, Borobudur telah menginspirasi dan memicu kebangkitan seniman patung di Magelang dan Jogja. Bagi Anda yang tertarik dengan seni dan sejarah, mengunjungi Borobudur bukan hanya perjalanan wisata, tetapi juga kesempatan untuk menyaksikan warisan budaya yang terus berkembang.