Thudong adalah tradisi kuno dalam ajaran Buddha Theravāda yang dilakukan para biksu dengan cara berjalan kaki jarak jauh dalam rangka latihan spiritual. Kata “Thudong” berasal dari bahasa Pali “Dhutanga” yang berarti latihan asketik atau pertapaan untuk meningkatkan disiplin dan kesadaran batin. Tradisi ini telah menjadi bagian penting dari kehidupan monastik di beberapa negara Buddhis, terutama di Thailand.
Salah satu bentuk pelaksanaan Thudong yang paling menginspirasi adalah perjalanan ribuan kilometer para biksu dari Thailand menuju Candi Borobudur di Indonesia. Dengan hanya membawa perlengkapan sederhana seperti jubah, payung, dan mangkuk derma, para biksu berjalan kaki melewati berbagai daerah, hutan, perkampungan, bahkan jalan raya. Tujuan akhir mereka adalah situs suci Candi Borobudur—candi Buddha terbesar di dunia dan pusat spiritual umat Buddha di Indonesia.
Perjalanan Panjang dari Thailand ke Borobudur
Perjalanan Thudong ini tidak hanya mencerminkan kekuatan fisik, tetapi juga latihan spiritual yang dalam. Para biksu menghabiskan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, berjalan dari berbagai daerah di Thailand menuju Candi Borobudur. Mereka melewati perbatasan negara, menyeberangi sungai, dan menginjakkan kaki di banyak kota di Asia Tenggara.
Ritual ini biasanya dilakukan menjelang perayaan Waisak, hari suci umat Buddha yang memperingati kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Siddhartha Gautama. Borobudur dipilih sebagai tujuan karena kemegahan dan kekuatan spiritualnya, serta statusnya sebagai warisan budaya dunia UNESCO.
Makna dan Nilai Filosofis Thudong
Thudong bukan hanya perjalanan fisik, tetapi lebih pada perjalanan batin. Dalam setiap langkah, para biksu melatih kesabaran, ketabahan, dan ketulusan. Mereka tidak memilih jalur termudah, melainkan jalur yang memperdalam praktik spiritual. Selama perjalanan, para biksu juga mengajarkan nilai-nilai kedamaian, welas asih, dan kesederhanaan kepada masyarakat yang mereka temui.
Bagi umat Buddha, menyambut para biksu Thudong adalah kehormatan besar. Mereka menyediakan makanan, tempat istirahat, dan memberi dukungan moral. Interaksi ini menjadi jembatan budaya antara para biksu dan masyarakat lintas negara.
Thudong dan Relevansinya Hari Ini
Di tengah dunia modern yang serba cepat dan materialistik, Thudong menjadi pengingat akan pentingnya jeda, kontemplasi, dan hidup sederhana. Tradisi ini menginspirasi banyak orang untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan yang mendalam.
Candi Borobudur, sebagai tujuan akhir, menjadi simbol pencerahan dan kedamaian. Ketika para biksu Thudong tiba di Borobudur dan mengikuti puja bakti Waisak, momen tersebut menjadi puncak spiritual yang penuh makna, baik bagi para pelaku maupun umat Buddha yang menyaksikannya.
Tradisi Thudong adalah warisan hidup yang memperkuat hubungan antarbangsa dalam semangat spiritual Buddha. Perjalanan dari Thailand ke Borobudur bukan hanya soal jarak, tetapi soal keyakinan, disiplin, dan cinta kasih universal.
Jika Anda terinspirasi oleh nilai-nilai spiritual ini dan ingin menghadirkan simbol ketenangan dan kebijaksanaan di ruang pribadi atau tempat ibadah Anda, Kreartor Studio siap membantu mewujudkan patung Buddha custom dengan sentuhan seni terbaik.
Hubungi kami sekarang dan jadikan ruang Anda lebih bermakna.